Jumat, Desember 12, 2008

MAN TELUK KUANTAN

(by: Seprion)

Pertama kali diterima sebagai guru di Man Telukkuantan, yang terbayang dalam benak saya bukanlah sebuah lingkungan baru yang asing. Sebenarnya sejak tahun 1983 s.d 1989 saya sudah menjadi siswa di sini. Tapi bukan siswa madrasah Aliyah, melainkan siswa Ibtidaiyah yang tempatnya di Man sekarang ini. Ada yang khas waktu kami sekolah di sini dulu, yaitu sekelompok helikopter mini yang selalu menjatuhkan bom molotovnya di atas kepala kami. Suaranya cukup bikin telinga kami pekak. sekali terbang bisa dua atau tiga orang yang merasakan bom berbau busuk di kepala atau pundak. Sekali-sekali keluarlah kalimat kemarahan dari mulut kami karena kesal dengan ulah si kumbang (helikopter bernyawa ini).

Sejak empat tahun yang lalu, saya kembali lagi ke kandang lamaku ini. Tapi dengan nuansa yang ternyata sangat jauh berbeda dibandingkan zaman kanak-kanakku dulu. Sekarang, Man Telukkuantan tidak lagi menjadi pelabuhan helikopter mini. Kebersihan fisik dan kerapian isi-isi gedung menjadi ciri madrasah ini. Tidak jarang kondisi ini mendapatkan pujian dari pejabat-pejabat yang berkunjung ke sini.

Tapi ada tanggung jawab besar bagiku dan rekan-rekanku yang lain di tempat ini, akan bisakah kita memikul nama besar Man Telukkuantan dengan bukti munculnya output-output madrasah yang berkualitas tinggi? Terima kasih kepada para pendahulu dan senior kami yang telah memberikan pengabdian terbaiknya di madrasah ini. Tapi, tetap saja menjadi sebuah kemunduran kalau kita tidak punya tekad dan mampu melakukan peningkatan. Bukankah hadis nabi mengatakan: "Siapa orang yang sama saja hari ini dari hari sebelumnya, dia adalah orang yang merugi."

Pada sisi apakah kualitas alumni madrasah ini diukur? setidaknya ada beberapa indikator keberhasilan yang perlu kita capai, di antaranya:
terciptanya alumni madrasah yang memiliki:

1) Aqidah salimah. Aqidah Islamiyah yang terbebas dari kemusyrikan dan sejenisnya. Alangkah memprihatinkan kalau ada alumni madrasah yang berprofesi sebagai dukun (dengan artian: kahin) dan tukang ramal, lebih yakin pada keberadaan jimat daripada perlindungan Allah, atau hal-hal lain yang bertentangan dengan prinsip-prinsip aqidah Islamiyah.

2) Ibadah sahihah yang didasari oleh pemahaman yang benar dan komitmen dalam mentaati Allah Swt.

3) Keluasan ilmu, bila perlu menjadi rujukan masyarakat dan tempat melakukan konsultasi dari masalah-masalah yang berkaitan dengan keilmuan. Karena itu alumni Man harus melanjutkan ke bangku kuliah, plus memiliki prestasi. Itu adalah bagian dari cita-cita kita.

4) Kemuliaan akhlak, bukan justeru menjadi jamur di tengah-tengah masyarakat. Alangkah asingnya jika seorang alumni madrasah (apalagi sudah kuliah dan menjadi sarjana) tetapi di kampung jadi bandar judi.

5) Kemampuan berusaha dan mencari rizki. Ayo, alumni Man jangan jadi pengangguran! Malu loh, sama almamater. Tidak harus punya kerja tetap, yang penting tetap bekerja. beda kan?

Kamis, Desember 11, 2008

Sempoa (Perhitungan Cepat Tanpa Alat)

Ada anggapan sebagian orang bahwa dengan belajar sempoa berarti kita mundur dalam metode pembelajaran matematika, karena sempoa itu lebih identik dengan TEMPO DOELOE. Anggapan tersebut ada benarnya, karena metode perhitungan menggunakan sempoa memang digunakan orang sejak ratusan tahun yang lalu. Tetapi, perhitungan ala sempoa modern, ternyata berbeda. Ala sempoa dalam perhitungan aritmetika merupakan pengenalan cara berhitung cepat tanpa harus membayangkan banyaknya angka-angka, tetapi diganti dengan bayangan gerakan biji sempoa yang sederhana.

Keahlian menggunakan alat sempoa bukanlah tujuan akhir dalam pembelajaran sempoa. karena sempoa hanyalah perantara agar bisa berhitung secara mental (tanpa menggunakan alat). Maka pendidikan sempoa lebih dikenal dengan nama "Pendidikan Mental Aritmetika". Aritmetika adalah dasar dari ilmu matematika dan pelajaran lain yang berkaitan dengan angka-angka. Aritmetika meliputi empat hal: penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.

Sempoa juga dikembangkan menjadi sebuah "Sistem Edukasi Mengoptimalkan Potensi Otak Anak". Karena dasar dari pelajaran sempoa adalah optimalisasi otak kiri anak (dengan angka-angka) dan otak kanan anak (dengan gerakan biji-biji sempoa). Itulah dua potensi dasar yang sering terabaikan salah satunya pada kebanyakan sistem pendidikan anak.

Sebagai hasil dari sistem pendidikan Sempoa ini, seorang anak dapat berhitung dengan sangat cepat bahkan melebihi kecepatan gerakan tangan dalam menekan tombol-tombol kalkulator ketika dibacakan soal-soal aritmetika. Udah pernah nonton shownya? di tv (pernah ada di Space toon) atau pada kunjungan-kunjungan Lembaga pendidikan mental aritmetika? Jangan berfikir itu sulap atau rekayasa! jangan juga berfikir bahwa anaknya adalah anak ajaib yang hanya ada satu dari sejuta anak! yang anda lihat itu adalah ril kemampuan yang dimiliki anak manakala dia sudah terlatih berhitung menggunakan metode sempoa. Nggak percaya? bikin aja soal sendiri di kertas! Lalu tanyakan ke anak tersebut dengan bacaan secepat mungkin. Bisa kan?

Kamis, Desember 04, 2008

Jimat: Tangkal atau Penyakit

(Untuk para siswa yang suka nyimpan jimat)

Ada sebuah keyakinan pada sebagian orang bahwa jimat itu adalah sebuah usaha untuk melakukan pagar diri, tangkal, atau sejenisnya dari berbagai penyakit terutama gangguan makhluk halus seperti jin dan syetan. Keyakinan tersebut jelas salah, karena sebenarnya jimat bukanlah alat untuk mengusir jin. Tapi sebaliknya, jimat tak obahnya sebuah bangunan pos (ibarat pos ronda) yang sangat disukai dan ditempati oleh para jin. Beberapa pengalaman yang pernah penulis temui, kebanyakan yang sering mendapatkan gangguan jin, bahkan sampai kesurupan, justeru mereka yang suka ngantong-ngantongi jimat. kadang di dompet, dikalungkan di leher, pinggang, lengan, atau di simpan di bawah tempat tidur, lemari, ditanam di tanah dsbnya.

Ada orang yang mengatakan, sudah ada buktinya, sejak pakai jimat ini saya tak pernah sakit 'tertentu' lagi. Padahal sebelumnya saya sering sakit. Ingat, bahwa syetan dan jin yang jahat itu sangat pandai dalam mempengaruhi manusia. Dia bahkan mau (walaupun hanya tipuan sementara) memberikan mungkin 9 hal yang kita inginkan demi mendapatkan 1 hal yang ia inginkan, yaitu agar kita syirik kepada Allah swt. Bukankah Allah telah mengingatkan kita dalam surat 'al Jin' yang artinya: "Dan sekelompok laki2 dari golongan manusia meminta perlindungan kepada sekelompok laki2 dari golongan jin, lalu jin itu tidaklah memberikan apa2 kecuali menambahkan kepada mereka kesesatan."

Kalau kita kembalikan kepada hukum agama, ternyata memakai jimat merupakan salah satu bentuk dosa terbesar yang sangat dilarang dalam Islam. Di dalam sebuah hadits Rasulullah mengatakan: "Man 'allaqa tamimatan faqad asyrak: Siapa yang mengalungkan jimat sungguh dia telah syirik."

Lalu adek2 siswa, mau pilih yang mana: mau dapat penyakit plus dosa syirik atau berhenti pakai jimat dan bertaubat pada Allah?

Sadar atau tidak, sebenarnya setiap kita ini adalah hamba (budak). Tinggal pilih saja kita mau menjadi hamba Allah atau hamba jin atau syetan.

Buat yang udah nanggalin jimatnya, ayo ajak kawan2 lain yang masih terkecoh ama jimat, kumpulkan jimat2 itu, bacakan ayat2 al Qur'an (Al fatihah, al Baqarah awal, ayat kursi dan akhir, al Ikhlas, al Falaq, dan an Nas) lalu bakar atau hanyutkan saja di sungai kuantan.

Kesurupan Lagi?

Sebagai salah satu bentuk gangguan, kesurupan bisa menimpa siapa saja. Kita tidak bisa juga mencap seseorang yang kesurupan karena dia jauh dari agama. Tapi sebagai sebuah evaluasi diri, mungkin saja ini disebabkan karena kita sedang lalai atau menjauhkan diri dari Allah. Yang terpenting adalah bagaimana kita bersikap agar ujian yang diberikan Allah buat kita dapat menjadikan kita tambah dekat dengan Allah, bukan justeru melakukan hal-hal yang dilarang oleh sang pemberi musibah. Bagaimanapun, masuknya jin ke dalam tubuh seseorang (yang mengakibatkan kesurupan) itu adalah karena izin Allah swt.

Di antara contoh yang diajarkan oleh Rasulullah dan para sahabat adalah membacakan ayat-ayat al Qur'an kepada orang yang sedang mendapatkan gangguan. Amalan seperti ini dinamakan dengan ruqyah syar'iyah. Sebenarnya ada bentuk ruqyah yang lain (bukan dengan membacakan ayat al Qur'an), tapi dengan pantun-pantun yang bermuatan kesyirikan atau ayat al Qur'an yang dicampur dengan bacaan-bacaan lain, ini disebut dengan ruqyah syirkiyah.

Sebenarnya, ruqyah syar'iyah (yang disyariatkan) bisa dilakukan oleh siapa saja, tidak harus orang tertentu sebagaimana halnya pada ruqyah syirkiyah (yang bermuatan kesyirikan). Cuma saja, seorang raqy (orang yang meruqyah) haruslah memiliki tauhid yang benar, terjaga ibadahnya, dan tidak meminta kepada selain Allah swt. Ruqyah juga dapat dilakukan langsung oleh yang sedang sakit, kalau dia sadar. bahkan itu lebih baik karena biasanya lebih didasari oleh keyakinan yang tinggi dalam mengharapkan pertolongan Allah swt.

Ada orang yang beralasan, kami tetap juga meminta kepada Allah walaupun cara yang kami lakukan tidak sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Untuk orang yang seperti ini, satu ungkapan yang ingin penulis sampaikan bahwa ada dua syarat diterimanya amalan di sisi Allah swt, yaitu benar niatnya dan benar cara pelaksanaannya (tidak bertentangan dengan apa yang dilarang Allah dan Rasulnya).

Kamis, November 27, 2008

Pengalaman praktek bahasa Inggris

Saat masih mahasiswa, saya tinggal di sebuah asrama di Sumatera Barat. bersama teman-teman di asrama kami menyepakati satu hari seminggu menjadi hari wajib berbahasa Arab dan satu hari lainnya untuk bahasa Inggris. Walaupun bahasa Arab dan bahasa Inggris kami masih kacau, tapi cara itu kami rasakan dapat meningkatkan kemampuan kami secara bertahap. Peraturan yang kami sepakati bersama teman-teman seasrama adalah: pada hari yang disepakati untuk berbahasa Inggris itu tidak dibenarkan berbicara selain bahasa Inggris sampai waktu magrib, kecuali kalau sudah berada di luar halaman asrama. bagi yang melanggar kesepakatan ini, baik disengaja ataupun karena lupa harus push up sepuluh kali sebanyak pelanggaran yang dia lakukan.
yang membuat saya sedikit kasihan, ada salah seorang teman saya yang harus rela seharian puasa berbicara karena belum pede mempraktekkan bahasa Inggrisnya. padahal dia bukanlah tipe seorang pendiam.
Suatu kali dia membuat inisiatif jalan-jalan keluar halaman rumah tapi bukan untuk pergi ke mana-mana. sesampainya di luar halaman (masih dekat gerbang) dengan santainya dia bertanya kepada saya dengan logat minangnya yang kental: "pai jalan-jalan awak ka pasa Yon?" karena peduli dengan pertanyaan yang ia ajukan, tanpa berfikir panjang saya menjawab: "indak do, ambo ado kuliah beko". mendengarkan saya menjawab dengan bahasa Minang, dia tertawa terkekeh-kekeh. dengan perasaan senang, dia memerintahkan saya untuk push up 10 kali. saya baru sadar, rupanya saya masih berada dalam zona wajib berbahasa Inggris. sementara dia sengaja keluar halaman rumah agar bisa menjebak saya untuk tidak berbahasa Inggris.
Aduh, capek juga rasanya siang bolong harus push up karena melanggar aturan. habis rumahnya nggak pakai kipas angin lagi.
(Ditulis oleh Seprion. Buat teman-teman lama di wisma Darul Fikri: Zen Rangkuti, Hanafi, Darussalam, Sidil, dan Yoni Fitri).

Belajar Bahasa Asing

Amat tepatlah sebuah tulisan yang pernah saya baca (lupa sumbernya) bahwa tempat yang paling efektif untuk belajar sebuah bahasa bukanlah di lembaga kursus atau di kelas-kelas sekolah, melainkan langsung berada di lingkungan berbahasa yang ingin kita pelajari tersebut. Dengan kata lain, kalau ingin pandai berbahasa Inggris pergilah ke Inggris (walaupun hanya sekian bulan). Kalau ingin pandai berbahasa Arab, pergi jugalah ke Arab.

Untuk konteks keindonesiaan, pernyataan di atas tadi lebih dikuatkan lagi oleh kenyataan amat sedikitlah anak-anak sekolah yang mampu berbahasa asing dengan hanya mencukupkan belajar bahasa asing tersebut di bangku sekolah. Sebagian kecil dapat lebih baik setelah menambah pelajarannya di lembaga-lembaga kursus.

Memang, untuk pergi ke Inggris, Australia, atau Amerika tidaklah mudah. Apalagi dengan alasan hanya untuk belajar bahasa Inggris. Begitu juga ke Arab, Cina, Jepang, Jerman, atau negara luar lainnya. Sebenarnya, lingkungan berbahasa itu dapat kita ciptakan sendiri. Salah satunya adalah dengan menyiapkan teks percakapan dalam bahasa Indonesia lalu diterjemahkan ke dalam bahasa asing tertentu oleh rekan yang sudah mampu, kemudian dihafal dan dipraktekkan kepada orang yang berbeda. Apabila itu dilakukan secara kontinyu, Penulis percaya dalam waktu yang tidak terlalu lama anda akan merasakan hasilnya secara bertahap.